Drunk Words are Sober Thoughts.
Aurora langsung bergerak cepat, memakai jaketnya, dan mengeluarkan mobilnya tanpa berlama-lama. Saat ini malam Sabtu pukul tiga pagi, seharusnya Aurora sedang di kasur melanjutkan serial netflix yang sedang ia tonton, tapi sahabatnya ini memang suka sekali merepotkannya.
Contohnya seperti sekarang, ia sedang melaju kencang dengan mobilnya ke arah Senopati untuk menjemput sahabatnya itu yang sedang dibawah pengaruh alkohol.
Saat sampai di salah satu club malam, Aurora langsung bergegas turun dari mobilnya tapi tidak sampai ia masuk ke dalam club malam itu, ternyata Leo berada di depan pintu masuk club itu, sedang duduk dan berceloteh tidak jelas.
Aurora berjalan pelan mendekatinya sambil merasa aneh, Leo benar-benar kacau malam itu, rambut berantakan, bajunya yang basah karena tumpahan minuman, dan jaketnya yang ia kenakan di pundaknya.
“Eh lo-” Ucap Aurora sambil berdiri di depan Leo.
“Hey kid, are u here to pick me up?”
“Lo ngerepotin! ayo balik.”
Aurora berusaha keras mengangkat Leo untuk bangun dan naik ke mobil, tapi tubuh Leo si atlet sekolah ini sangat berat dan sulit untuk seorang Aurora bisa mengangkatnya.
Setelah dibantu salah satu security di club itu, akhirnya Leo bisa masuk ke dalam mobil Aurora dan langsung tertidur pulas.
“Duh lagian ngapain sih lo? sendirian ke Senoparty, emang balendra kemana coba?”
“Si Nindy gimana deh itu Ra?” Tanya Leo yang masih belum sadar.
“Lo cipokan lagi sama Nindy? udah gila ya lo?! lo tuh punya pacar goblok!” Sahut Aurora sambil menyetir mobilnya, padahal percuma saja ia marah-marah pun si pelaku tidak akan mendengarkannya.
“Ra, gue udah seminggu diem-dieman sama Neisha-”
“Hm, terus?”
“Dia marah karena-“
“Karena apaan? emang dia bisa marah sama lo? dia kan bego, masih aja sabar sama cowok kaya lo gini.”
“Sama sih, gue juga.”
Tidak ada jawaban dari Leo, sampai akhirnya mereka sampai dirumah Leo.
Untungnya bi Suti sudah berada di depan rumah dan langsung membantu Aurora mengangkat Leo ke dalam kamarnya. Itu adalah kali pertama Aurora ke dalam kamar seorang Leo Mahatma.
Kamarnya lebar dan tampak biasa saja, dikelilingi hiasan lukisan ilmuwan-ilmuwan, ada banyak gitar di sudut dekat jendelanya, serta sertifikat lomba kejuaraannya, foto-foto dengan Balendra, foto saat Leo menjuarai pertandingan, foto dengan keluarga Hanan, foto dengan kedua orang tuanya, dan juga foto Leo dan Aurora yang ia pajang di meja belajarnya.
Melihat ada wajahnya dikamar itu membuat Aurora tersenyum senang karena Aurora termasuk orang-orang yang berarti bagi Leo.
Saat membereskan Leo, Leo terus menerus berceloteh aneh yang membuat Aurora kesal, Aurora menggantikan bajunya yang disediakan oleh bi Suti, mengelap wajah Leo dan memberikannya minum air hangat.
Saat mengelap wajah Leo tiba-tiba saja Leo membuka matanya sedikit dan menatap Aurora, Aurora mengangkat kedua alisnya karena bingung Leo ingin berbicara apa padanya.
“Ra, You’re so beautiful. I want to kiss you right now.”
Aurora terdiam sebentar, ia tidak tau harus bereaksi apa, ia benar-benar membeku karena ucapan Leo itu. Jantungnya seperti mendadak berhenti dan tubuhnya terasa kaku.
Leo berusaha memajukan tubuhnya untuk mengecup bibir Aurora, dan sekarang jarak mereka hanya 8cm saja.
Aurora dan Leo sama-sama memejamkan matanya saat itu. Bau dari alkohol yang sangat menyengat sangat terasa di indra penciuman Aurora sekarang.
Saat tangan Leo berada di belakang kepala Aurora, Tangan Aurora menyentuh bahu Leo dan mendorong Leo kembali untuk tidur,
“You’re drunk.”
Ucap Aurora dan tersenyum paksa.
“Sweet, But i wish u were sober.”
Batinnya.
Benar saja, Leo langsung tertidur pulas setelah itu, Aurora menyelimutinya dan pergi ke arah dapur untuk meletakkan bekas minuman Leo tadi.
Saat ia di dapur tiba-tiba saja ada wanita usia 38 tahunan yang cantik dan sedang memainkan ponselnya, wanita itu duduk di sofa ruang tamu rumah Leo.
“Bi Suti, itu siapa? cakep bener bi.” Tanya Aurora sambil mengintip diam-diam.
“Itu Bu Sandra neng, mamahnya bang Leo.”
“HAH.”
“ITU SI EMAK-EMAK DURHAKA ITU?”
“NGAPAIN DAH DIA DISINI?”
“Arnold, saya nggak mau tau lagi ya, pokoknya mulai minggu depan kamu sudah harus menandatangani dokumen perceraian itu.” Ucap Sandra Mahatma sambil menyalakan rokoknya.
Saat ibunya Leo mengucapkan kata-kata itu, yang dipikiran Aurora cuma satu, yaitu Leo. Aurora sangat takut Leo mendengarkan percakapan mereka dan membuat Leo bersedih.
“Bi? ini ngga ada pintu lagi buat ke kamar Leo?”
“Ya ngga ada lah neng, gimana sih si eneng.”
“Kamu harus segila ini Sandra?” Tanya seorang Arnold Mahatma, ayah dari Leo.
“Saya sudah menemukan yang lebih pantas untuk membiayai hidup saya kedepannya, pokoknya saya mau minggu depan dokumen itu harus sudah di tandatangani.”
“Tapi Leo? apa kamu tidak peduli dengan Leo?” Tanya Arnold.
Aurora menangis, ia seperti melihat ulang kejadian kedua orang tuanya seperti Arnold dan Sandra saat ini.
Ia juga menangis karena Sandra yang sama sekali tidak peduli dengan Leo.
“Kamu urusi saja anakmu itu.” Jawab Sandra dan pergi meninggalkan rumah itu.
Aurora langsung berlari menuju kamar Leo, ia merasa lega karena Leo yang masih tertidur pulas tidak mendengarkan percakapan kedua orang tuanya.
Aurora kembali duduk di sebelah tempat tidur Leo dan menatapnya sambil membersihkan air matanya karena tadi.
“I can’t even imagine i can be you and be as strong as you, Le.”
Sekarang sudah menunjukkan pukul lima pagi, dan Aurora pulang dengan rasa bersalah karena ia tidak bisa melakukan apapun untuk Leo sahabatnya itu.